My Facebook Badge

Roy Suryadi's Facebook profile

Face Me

Jumat, 05 September 2008

Waktu Yang Tepat untuk Menyerah






Tidak semua perjalanan perancangan berakhir baik. Ada ( banyak ) hasil perancangan yang berhenti begitu saja pada satu titik dan tidak pernah bisa direvisi ulang. Berikut adalah kisah menarik yang ingin menyampaikan pada kita semua bahwa ternyata ada batas maksimum pada setiap diri kita dalam sebuah perancangan.

Bapak Max, yang selalu memanggil saya dengan panggilan GORILLAZ atau sapaan khasnya : " Fine Mr. Roy ... ?? " adalah seorang juragan restoran cepat saji yang fokus pada penganan khas dari Semarang yakni Lunpia. Restoran yang dikelolanya sungguh memiliki akselerasi pertumbuhan yang luar biasa cepat apalagi bila dibandingkan dengan pionir-pionirnya yang telah jauh lebih dulu malang melintang memenuhi peta kota Semarang.

Salah satu langkah pemasarannya yang gencar adalah faktor utama yang menjadi kekuatan popularitas restorannya adalah dengan menyebarkan flyer / brosur ukuran kecil dengan desain yang bold selama bertahun-tahun di titik-titik perempatan jalan potensial di Semarang.

Saya mendapatkan warisan pekerjaan perancangan ini dari seorang rekan saya, Aris Darmanto, yang dahulu menjadi juru rekam produk lunpianya dengan kamera. Beberapa tahun saya mencoba menyelami konsep dan jiwa restoran ini -- bahkan juga mendalami karakteristik unik Pak Max sebagai sumber aura dari visualisasi segala bentuk promosinya.

Banyak sekali pekerjaan perancangan yang berhasil memuaskan Pak Max ( saat itu ) dan kami sepertinya semakin saling mengerti satu sama lain. Bahkan kerap sekali Beliau begitu saja pasrah dan percaya pada intuisi desain saya untuk keperluan promosi dan branding lokasi restoran tersebut.

Namun apa yang terjadi akhir-akhir ini saya sungguh tak mengerti. Permintaan sederhana dari Pak Max untuk merancang ulang ( lagi ) sebuah bentuk desain baru flyer-nya tidak dapat saya penuhi dengan sempurna. Saya seolah singa yang kehilangan kaos kakinya ... eh maksud saya singa yang sedang sakit gigi, alias hasil perancangan saya sudah tidak menggigit lagi.
Permintaan tersebut diajukan sejak Februari tahun 2008 dan belum rampung juga hingga hari ke lima puasa di tahun yang sama. Ke-ter-la-lu-an ! Saya bingung dan kehabisan akal. Sampai pada akhirnya Pak Max mengambil keputusan untuk kembali menggunakan desain yang lama.

Tak perlu banyak waktu untuk mengambil kesimpulan mengenai kisah yang mengharukan ini bahwa ternyata ada batas ambang jenuh di mana karya perancangan untuk obyek serupa yang telah dioutput berulang-ulang kali dengan pelbagai tata letak dan rancangan yang berbeda akan mengarah pada kebuntuan kreasi untuk proyek yang berikutnya.

Saya tidak lagi malu untuk mengakui pada Pak Max, bahwa kiranya inilah waktu yang tepat untuk menyerah.

( Jangan khawatir Pak Max, selain lunpia yang memang enak itu saya masih menilai Anda sebagai seorang pewirausaha yang punya karakter ... ! )


Selasa, 05 Agustus 2008

Community

Technorati Profile

Jangan Biarkan Dunia Tidak Tahu Anda

Mulailah berpikir luas dan pupuklah semangat berbagi.
Semakin banyak kita berbagi, semakin banyak juga kita beroleh.

Klik link di atas untuk mulai membuka dunia.

Atau copy dan paste dari sini ke halaman browser anda

http://masterkey.masterweb.net/aff.php?aff=340

Menahan Diri



Di antara banyak strategi yang dipakai para eksekutif korporasi untuk melaksanakan proyek brand management,
Vehicle Body Wrapping / Stiker Mobil adalah salah satu media yang cukup digemari dan efektif hasilnya.
Media ini sangat mobile, luwes menjangkau seluruh area yang tidak mampu diraih media lain dan yang paling
penting adalah tidak memiliki batasan waktu atau jam tayang.

Garis umum dalam mendesain stiker mobil sebetulnya tidak sulit, cukup ketelitian dan kesabaran dalam mendata
ukuran dan lekuk bodi mobil dan menemukan vendor yang paling mumpuni pada saat pemasangannya.
Nah, yang sulit adalah pada saat proses perancangannya. Proyek pertama saya sekitar tahun 2004, objeknya kendaraan operasional Pertamina Unit Pelayanan IV Jawa Tengah, yaitu 5 (lima) buah Toyota Kijang . Dan, pada saat itu -- walaupun kedua belah pihak setuju dan akhirnya tayang juga --- proses perancangannya makan waktu
lebih dari 2 (dua) bulan. Satu hal mengenai proses birokrasi dan hal lain adalah mengenai approval desain.

Bukan hal mudah untuk mencipta logo dan mengemas seluruh misi unit spbu menjadi ramping dan 'muat' dalam satu media. Dan, memang hasilnya menjadi terlalu ramai dan menyesakkan mata. Salah satu tujuan dan misi si empunya hajat memang terpenuhi --- yakni membuat orang menoleh, tetapi di dalam lubuk hati saya menilai proyek perdana saya adalah sebuah proyek desain yang kurang berhasil alias jelek.

Kesempatan berikutnya saya segera berbenah dan bertekad untuk mempersembahkan sebuah karya yang maksimal.
Hari-hari pertama proses perancangan masih kental dipenuhi karakter yang penuh dan ramai, mungkin masih terbawa karakter desain proyek sebelumnya, dan hingga awal minggu kedua saya masih belum terpuaskan dengan hasilnya. Lalu, apa yang saya lakukan ?

Saya runtuhkan segala apa yang masih menempel dalam benak dan hati saya. Saya runtuhkan semua bayangan2 yang melayang dan mengganggu. Ini termasuk juga mengabaikan semua referensi yang saya dapatkan dari internet mengenai contoh2 karya vehicle body wrapping luar negeri yang bagus-bagus itu. Saya berniat untuk membuat otak saya menjadi bersih dan menjadi kanvas yang netral untuk proyek perancangan yang satu ini.

Alhamdulillah, dengan obyektifitas yang saya pertahankan ( dengan susah payah ) dan kontrol kuat atas emosi ( untuk menahan diri dari over kreatif ), saya akhirnya menemukan grafis yang paling pas dan sesuai dengan visi dan misi si empunya proyek. Kami semua tersenyum puas dan selalu mengenang proyek satu ini sebagai salah satu proyek yang paling berhasil.

Bagi saya ini juga berarti suatu keberhasilan. Keberhasilan dalam menahan dan mengerem hasrat untuk menelurkan suatu karya yang maksimal.


Jumat, 18 Juli 2008

Jangan Berhenti Sebelum 100 %


Pernah ada seorang klien saya yang ekspatriat, Mr. Kevin, mengeluhkan kinerja orang Indonesia kepada saya. Orang Indonesia itu tidak pernah tuntas ( becus ) dalam bekerja, mereka merasa pandai dan cepat puas, mereka selalu berhenti di titik 90 dan tak pernah bekerja hingga 100 %, demikian ujarnya.

Ucapan yang meluncur darinya begitu keras menghujam pada di
ri Saya, dan sebagian besar dari diri Saya mengakui kebenaran ucapannya. Sebagai salah satu contohnya adalah desain buku menu yang Saya buat untuk sebuah restoran Jepang di kota Semarang ini. Saya berusaha mati-matian untuk mencurahkan segenap emosi, ketrampilan dan pengalaman saya demi untuk mewujudkan sebuah buku menu yang paling maksimal hasilnya. Kegigihan saya membuahkan hasil dan saya senang sekali dengan tampilannya yang elegan, cantik dan menggugah selera.

Tapi, lagi-lagi Saya kecele. Saya sadar betul bahwa sebetulnya Saya kekurangan waktu untuk membantu klien Saya itu, tetapi Saya terlalu memaksakan diri. Pada kenyataannya sebelum saya sempat menginjak halaman ke dua dan seterusnya, Saya selalu 'ketambahan' garapan lain --- yang memang adalah garapan utama Saya.
Akhirnya, Saya dengan penuh rasa malu dan terbuka mohon maaf kepada Bapak Adi dan memberi tawaran untuk berpindah ke rekan desainer Saya yang lain. Alhamdulillah, Beliau dengan penuh pengertian tidak keberatan dan mengiyakan dengan bijaksana.

Ternyata tidak hanya kesiapan teknis dan material saja yang harus dimaksimalkan hingga 100 %, tetapi 100% juga sudah harus mengikut sertakan pemikiran mengenai manajemen waktu, pengaturan skala prioritas kerja dan kebesaran hati untuk mengakui ketidak mampuan.

Sabtu, 12 Juli 2008

5 minutes in 2 hours


Pekerjaan mendesain bisa juga dipandang sebagai mencari arah mana jalan pulang saat kita tersesat di sebuah gunung atau hutan. Panduan umum seperti navigasi arah, pengetahuan survival dan dasar-dasar pertolongan pertama pada kecelekaan bisa diibaratkan juga sebagai teori-teori umum perancangan.

Karya logo yang Saya persembahkan untuk Pertamina Regional Jawa Tengah, memiliki kisah yang serupa.
Saya menghabiskan waktu 2 jam untuk berlari-lari dengan terengah tanpa menemukan bentuk yang berarti --- hanya untuk menemukan 5 menit yang sangat berharga !

Design logo Serv Q Team ini saya ciptakan tidak lebih dari 5 menit, setelah berlama-lama selama 2 jam di depan komputer.

Teori-teori perancangan memang adalah dasar acuan dalam melakukan sebuah desain.
Dan tahapan ini adalah tahapan prerequisite yang menjadi ritual awal sebelum memulai pekerjaan.
Tetapi ingatlah, sebuah final artwork bisa jadi sebuah pekerjaan yang sangat singkat.

Four in Forty


Mendesain dengan tekanan bukanlah sebuah pekerjaan yang menyenangkan. Begitu pula dalam tenggat waktu yang teramat sempit dan mendesak. Sebuah kasus yang baru saja terjadi, di mana Saya pada hari Senin, 14 Juli 2008 besok berencana untuk dinas luar kota ke Tegal, tetapi memiliki tanggungan kerjaan dengan seorang klien -- Bpk. Alvin -- seorang klien lama yang seta. Walaupun sekarang teknologi sudah sangat membantu, Saya selalu menghindari pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk bertatap muka dengan si empunya kerjaan. Alhasil siang ini, dalam waktu kurang lebih 40 menit, Saya berhasil menelurkan 4 buah desain dengan kualitas seperti yang bisa Anda lihat di blog ini. Tidak terlalu istimewa, dan juga tidak juga jelek-jelek amat.

Ternyata kunci penting yang bisa saya ambil dalam hal perancangan di kasus ini adalah sebagaimanapun sempitnya waktu dan tingkat stressing pada saat mulai menggarap sebuah proyek, ketenangan hati dan pikiran adalah yang paling utama. Kesadaran mengenai deadline yang sempit Saya akali hingga berubah menjadi seperti backsound yang pada saat kita bekerja memang berbunyi tetapi kita 'tidak mendengarkan'nya malah menjadi teman yang memperkuat naluriah berkarya.