Pernah ada seorang klien saya yang ekspatriat, Mr. Kevin, mengeluhkan kinerja orang Indonesia kepada saya. Orang Indonesia itu tidak pernah tuntas ( becus ) dalam bekerja, mereka merasa pandai dan cepat puas, mereka selalu berhenti di titik 90 dan tak pernah bekerja hingga 100 %, demikian ujarnya.
Ucapan yang meluncur darinya begitu keras menghujam pada diri Saya, dan sebagian besar dari diri Saya mengakui kebenaran ucapannya. Sebagai salah satu contohnya adalah desain buku menu yang Saya buat untuk sebuah restoran Jepang di kota Semarang ini. Saya berusaha mati-matian untuk mencurahkan segenap emosi, ketrampilan dan pengalaman saya demi untuk mewujudkan sebuah buku menu yang paling maksimal hasilnya. Kegigihan saya membuahkan hasil dan saya senang sekali dengan tampilannya yang elegan, cantik dan menggugah selera.
Tapi, lagi-lagi Saya kecele. Saya sadar betul bahwa sebetulnya Saya kekurangan waktu untuk membantu klien Saya itu, tetapi Saya terlalu memaksakan diri. Pada kenyataannya sebelum saya sempat menginjak halaman ke dua dan seterusnya, Saya selalu 'ketambahan' garapan lain --- yang memang adalah garapan utama Saya. Akhirnya, Saya dengan penuh rasa malu dan terbuka mohon maaf kepada Bapak Adi dan memberi tawaran untuk berpindah ke rekan desainer Saya yang lain. Alhamdulillah, Beliau dengan penuh pengertian tidak keberatan dan mengiyakan dengan bijaksana.
Ternyata tidak hanya kesiapan teknis dan material saja yang harus dimaksimalkan hingga 100 %, tetapi 100% juga sudah harus mengikut sertakan pemikiran mengenai manajemen waktu, pengaturan skala prioritas kerja dan kebesaran hati untuk mengakui ketidak mampuan.
Ucapan yang meluncur darinya begitu keras menghujam pada diri Saya, dan sebagian besar dari diri Saya mengakui kebenaran ucapannya. Sebagai salah satu contohnya adalah desain buku menu yang Saya buat untuk sebuah restoran Jepang di kota Semarang ini. Saya berusaha mati-matian untuk mencurahkan segenap emosi, ketrampilan dan pengalaman saya demi untuk mewujudkan sebuah buku menu yang paling maksimal hasilnya. Kegigihan saya membuahkan hasil dan saya senang sekali dengan tampilannya yang elegan, cantik dan menggugah selera.
Tapi, lagi-lagi Saya kecele. Saya sadar betul bahwa sebetulnya Saya kekurangan waktu untuk membantu klien Saya itu, tetapi Saya terlalu memaksakan diri. Pada kenyataannya sebelum saya sempat menginjak halaman ke dua dan seterusnya, Saya selalu 'ketambahan' garapan lain --- yang memang adalah garapan utama Saya. Akhirnya, Saya dengan penuh rasa malu dan terbuka mohon maaf kepada Bapak Adi dan memberi tawaran untuk berpindah ke rekan desainer Saya yang lain. Alhamdulillah, Beliau dengan penuh pengertian tidak keberatan dan mengiyakan dengan bijaksana.